bunda, met senja

kerap kali aku memang mengalami hal seperti ini. satu sisi aku sebenarnya sakit kalau teringat bundaku tercinta itu tapi di lain sisi aku memang begitu mencintainya.

semenjak dari banyumas (ikut nunut madang di mantenan temen yudhis; umam), aku tau waktu sudah beranjak senja. matahari sudah berada di ufuk barat. sinar keemasannya menyentuh mukaku. tiap kali senja tiba lembayung memang selalu menemaninya.

aku duduk di jok belakang megapro-nya yudhis. "met senja bunda," ucapku dalam hati. tiba-tiba saja wes... si tangguh thunder 125-nya juni mendahului megapro, melesat gesit seperti tak ada beban. mungkin memang cukup ringan thunder itu untuk membawa si juni yang kecil. sepertinya yudhis tak mau kalah. "megapro masa harus kalah sama thunder." begitu aku pikir yang dikatakan yudhis dalam hati. lalu kejar-mengejarpun terjadi dan berakhir di halaman kantor radar banyumas yang pintu gerbangnya jebol di tabrak truk pembawa kertas.

tepat sampai di kantor, jam dinding yang menempel pasrah di dinding selatan ruang percetakan menunjukkan pukul 17.20. terlihat dua gadis cantik (dengan mengernyitkan dahi ku menulisnya) duduk di atas menja pingpong yang kalau malem berubah fungsi menjadi menja cetak. intan (tanpa nuraeni) dan mega (tidak seperti namanya, dia kecil dan kalau di pegang berbunyi ngik). tapa pikir panjang langsung saja kupinjam kamera milik mega. "mau ngambil matahari senja." pintaku sedikit memaksa.

dengan berat hati mega menyerahkan kameranya kepadaku. dan tanpa menyetujuinya pernyataan mega yang memintaku agar tidak lama, aku segera cabut menuju utar SMU Yos Sudarso, sokaraja. tempatnya tidak begitu bagus memang. hanya dari sana dapat terlihat jelas matahari senja. pret pret pret ku ambil gambar.

telah kukantongi bebarapa gambar,

duh ngantuk besok lagi ya ceritanya.